Transportasi Amburadul, Ekonomi Mandul - – Antrean ribuan truk pengangkut bahan pangan di Pelabuhan Merak, Banten, serentetan peristiwa kecelakaan kapal laut, kereta api, insiden pesawat udara yang belakangan terus terjadi, hingga kemacetan lalu lintas yang belum terurai, menggambarkan pemerintah telah gagal melakukan pembenahan transportasi. “Ini harus diakui,” kata Ketua Komisi V DPR RI, Yasti Soepredjo Mokoagow, kemarin.
Tidak terkelola dengan baiknya persoalan transportasi tentunya mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, bahkan bisa menyebabkan perekonomian menjadi mandul alias tidak produktif serta berdampak inflasi.
Menurut catatan Pos Kota, di awal 2011 ini saja, telah terjadi sejumlah kecelakaan di bidang transportasi. Misalnya saja terbakarnya kapal penyeberangan KM Lautan Teduh di Merak. Insiden ini menewaskan belasan penumpangnya. Bersamaan dengan itu terjadi pula tabrakan keretaapi di Banjar.Disusul dua hari berturut-turut insiden pesawat Lion Air tergelincir di luar landasan di Makassar, serta terbakarnya KM Salvia di perairan Teluk Jakarta.
Peristiwa terakhir adalah antrean ribuan truk pengangkut bahan pangan dan sembako lainnya dari Pulau Jawa menuju Sumatera. Kejadian ini dinilai sejumlah pengamat ekonomi berpotensi menimbulkan inflasi.
Pasalnya, barang yang dibutuhkan masyarakat terlambat tiba dan sudah dipastikan hilangnya stok barang akan menimbulkan harga barang menjadi tinggi dua, tiga kali lipat. Efek lainnya, sejumlah pemilik kendaraan truk di Sumatera mulai menghentikan pengoperasian kendaraannya ke pulau Jawa dengan alasan takut merugi besar akibat kemacetan di Merak. Gerak perekonomian pun terhambat, tidak produktif alias mandul.
NILAI KERUGIAN
Di samping masalah kecelakaan, problem kemacetan juga menimbulkan kerugian yang luar biasa. Untuk wilayah Jakarta saja, menurut Tulus Abadi, anggota Dewan Transportasi Kota (DTK) DKI Jakarta, kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan bisa mencapai Rp57 triliun/tahun. Angka itu diperoleh dari pemborosan bahan bakar, tertundanya pekerjaan, serta banyaknya waktu yang terbuang akibat kemacetan.
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan, Iskandar Abubakar, punya hitungan sendiri tentang ini. Ia menyatakan kerugian akibat kemacetan di DKI Jakarta mencapai Rp28,1 triliun per tahun. “Kerugian paling besar di sektor bahan bakar sebesar Rp 10,7 triliun.”
Kerugian lainnya dari sisi waktu produktif sebesar Rp9,7 triliun per tahun, di sektor kesehatan Rp5,8 triliun, dan kerugian pemilik angkutan umum Rp1,9 triliun. Kerugian pemilik angkutan karena berkurangnya jumlah rit.
Sedangkan gara-gara manajemen yang kacau di Pelabuhan Merak, dalam 2 minggu saja, potensi kerugian yang dialami pengusaha dan sopir sungguh luar biasa. Seperti yang dihitung Tri Achmadi, pengamat transportasi dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), kerugian itu mencapai Rp1,7 triliun.
Potensi kerugian tersebut meliputi bertambahnya biaya operasional sopir, barang tidak terangkut cukup lama hingga tidak ada nilainya. Ini bisa menimbulkan inflasi karena harga barang yang dibawa akhirnya naik, lantaran biaya angkut membengkak. Selain itu barang tidak datang tepat waktu, sehingga pengusaha terkena penalti dari konsumen yang memesan barang tersebut.
PEMERINTAH GAGAL
Menurut Ketua Komisi V DPR, Yasti Soepredjo Mokoagow, kondisi transportasi di Indonesia memang sungguh sudah carut-marut dan meresahkan masyarakat. Semua itu, kata Yasti, akibat pemerintah belum melaksanakan secara sungguh-sungguh empat Undang Undang (UU) tentang transportasi, yaitu UU Penerbangan, UU KA, UU LLAJ, dan UU Pelayaran.
Menyangkut Pelabuhan Merak yang sudah menimbulkan masalah berulang-ulang dan kemacetan dengan kerugian yang sangat besar, anggota dewan ini berpendapat pemerintah harus segera membenahinya dengan penyelesaian secara permanen. Transportasi, katanya, sangat berpengaruh terhadap perekonomian. “Kapal-kapal yang sudah tua sebaiknya diganti dengan yang masih layak,” kata politisi PAN itu.
Dari sisi pengoperasian kapal-kapal yang ada saat ini, seharusnya ke depan penjadwalan perbaikan kapal diatur sebaik mungkin. Jangan seperti sekarang, Dirjen Perhubungan Laut memerintahkan hampir 30 persen kapal di Merak melakukan docking.
Yasti menambahkan, Pelabuhan Merak kini semakin tidak memadai mengingat jumlah kendaraan yang harus dilayani terus bertambah.
Selain Merak, Yasti juga menyoal kondisi bandara yang sudah seperti terminal bus. “Lihat saja Bandara Soekarno-Hatta semrawut, tukang semir sama ojeg berkeliaran di sana.”
KENDARAAN TAK DIBATASI
Tulus Abadi yang juga pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ambruradulnya sistem transportasi di Indonesia antara lain karena pemerintah sama sekali tidak memberi perhatian serius.
Artinya, tidak ada lagi upaya membatasi jumlah kendaraan dan dibiarkan terus bertambah, sementara jalannya hanya itu-itu saja sehingga tidak berimbang.
Demikian pula kereta api yang selama ini dikenal sebagai sarana transportasi yang murah bagi masyarakat bawah, juga sulit diandalkan. Kondisinya banyak yang menyedihkan, karena kurangnya perawatan. Tak jauh beda terlihat pada sistem transportasi laut dan udara.
Sumber :
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2011/03/06/transportasi-amburadul-ekonomi-mandul